Kamu Terlalu Baik Untukku
Hem hem hemm. Hayooo, siapa disini yang suka mutusin
pacarnya dengan alasan “Sayang, kamu terlalu baik buat aku. Kamu pantas
mendapatkan yang lebih baik dariku.” Halah. Alibi. Basi. Bilang aja bosen.
Kwkwkwkwk. Gara-gara mungkin sudah punya lingkungan baru atau malah gebetan
baru, pengen ganti suasana, tapi si doi nggak nglakuin kesalahan yang bisa
dijadiin alasan buat putus, ya ini cara paling elegan buat berpisah. Lagu lama
dah, tapi tetep saja dipake sampai sekarang.
Eits, tapi saya ini bukan penganut aliran pacar-pacaran,
kawan. Saya juga tidak mendukung jalinan asmara yang tidak jelas arahnya kemana
ini. Apalagi kalau sampai jadi bucin segala. Iya, bucin. Budak cintaaahh. Lengket
berdua kaya lem bahkan di tempat sepi sekalipun. Awas iya kamu yang di pojok
sana, hati-hati ada setan gangguin kamu yang berkhalwat. Eh, bukan gangguin
kali ya, tapi nungguin. Kwkwkwk.
Yap, dicukupkan saja openingnya. Langsung ke topik yang
ingin saya ungkapkan dari perspektif yang berbeda. Ini mungkin juga bisa
mewakili perasaan dan pemikiran beberapa umat di luar sana. *tsahh. Semoga
bermanfaat.
‘Kamu terlalu baik untukku’ mungkin memang alasan yang
seseorang sampaikan untuk menolak orang yang mencintainya, entah laki-laki atau
perempuan dikarenakan hal tertentu, selain yang saya sebutkan diatas (bosan). Kita
tahu, kehidupan terus berjalan tanpa peduli kita ada atau tidak. Jika kita
berusaha mengikuti tuntutan hidup, insyaAllah kita bisa survive. Namun jika
diam, kita akan tertinggal, bahkan dilupakan. Banyak proses pendewasaan yang
kita lalui. Tapi setiap orang memiliki kadar kedewasaan dan masanya
sendiri-sendiri. Semakin kita belajar, semakin kita tau seberapa jauh kemampuan
kita, apa yang pantas kita dapatkan, apa yang belum layak kita peroleh, dan apa
yang harus kita perjuangkan untuk mencapai titik yang kita impikan.
Begitupula tentang menerima cinta seseorang. Mungkin kita
pernah didekati oleh sosok yang baik, kuat iman, santun, cerdas, seperti segala
yang ada padanya nyaris sempurna. Tapi kembali, tak ada manusia yang sempurna.
Atau mungkin dengan tipe lain? Ia
yang perhatian, humoris,
bertanggungjawab, tampan/cantik, dan ramah. Bagaimanapun, cinta memang
membutakan. Segala sisi buruknya seolah bukan masalah. Cinta ya cinta. Namun
terkadang sebenarnya masalah itu datang dari diri kita sendiri. Saya pernah
mendengar pepatah bilang ‘you only accept the love that you deserve’. Ya, kita
hanya akan menerima cinta yang kita rasa pantas dan layak kita dapatkan. Lalu,
apakah kita pantas menerima perasaan seseorang yang begitu murni sedangkan kita
sendiri tidak tulus dalam mencintainya? Sudahkah layak kita memiliki seseorang
yang sholeh/sholehah dan sungguh-sungguh dalam beribadah sedangkan kita sholat
lima waktu saja masih bolong-bolong? Huuffttt. Namun satu yang saya tekankan,
cinta tak pernah salah. Palaku cintalah yang bermasalah.
Mungkin ini salah satu hal yang sering mengganjal. Bagi saya
sih, hehehe. Saya ini belum bisa apa-apa, masih labil, belum dewasa, belum bisa
istiqomah dalam beribadah, belum lulus kuliah lagi. Apalagi saya bukan tipe
orang yang suka main-main masalah hubungan. Jika saya ingin menjalin
relationship, yang pasti dari awal sudah harus jelas dulu hubungan ini mau
dibawa kemana. Baru ngejalaninnya dibawa santai. Kalau memang dalam prosesnya
putus ditengah jalan, memang mungkin bukan jodoh dan yang pasti niat saya dan
doi adalah untuk tujuan yang baik. Bukan yang penting suka sama suka, lagi
kasmaran-kasmarannya terus jadian sekedar buat have fun, nurutin nafsu, yang
penting dijalanin aja dulu, tapi ujung-ujungnya nggak jelas mau dibawa kemana.
Kalau putus kan banyak ruginya?
Lagipula saya sangat percaya dengan janji Allah bahwa yang
baik untuk yang baik, dan sebaliknya. Jika ia yang hendak memilih saya cukup
tinggi ilmunya, akhlaknya, imannya, sedangkan saya masih jauh berada di
bawahnya, saya tidak mau ia merugi. Selain itu, sejujurnya saya merasa minder.
Ini memang pilihan sulit, mendapatkan yang baik memang seperti kejatuhan durian
runtuh, tapi perasaan layak atas cinta seseorang itu memang tak bisa dipungkiri.
Masih akan dipilih saja sudah malu sama diri sendiri, apalagi nanti, jika sudah
sah terpilih tapi saya tak sanggup mengikuti langkahnya. Kan saya yang repot.
Understand? Nangkep maksud saya? Hehe.
Namun bagi beberapa orang yang mempunyai pemikiran seperti
ini barangkali memang tak serta merta beralasan ‘kamu terlalu baik untukku’.
Namun perlahan-lahan menghindar, memberi jarak, dengan benak dalam hati
‘sebenarnya aku belum pantas untukmu’. Lalu memantaskan diri untuk siapapun
nanti yang akan mendiami hatinya selamanya. Wallahua’lam J
Komentar
Posting Komentar